Harapan
Mengenalmu bukan hanya sekedar alasan persahabatan,
pandangan pertama yang ku terima tidak bisa ku tendang sembarangan, karena
diriku pernah merasa, tentang apa yang dikatakan pakar dalam sebuah penelitian,
“dengan hitungan detik, jika mata lawan jenis saling pandang, disaat itulah
potensi cinta mulai berkembang”. Cinta padamu yang ku pendam bukan tumbuh
setelah ku meninggalkan bangku aliah, perlu kau tahu, cinta ini sudah tumbuh
sejak diri ini melihat wajah rembulan yang kau punya.
Namun, apalah daya jika kawanku yang lebih dahulu
menyatakan, ku tak bisa menghalangi, terlebih merekalah yang selalu ku dampingi,
rasa cemburu benar benar membara, tapi apalah daya diri tak pantas memberontak
semena mena. Niatan tuk hidup bersamamu hampir saja musnah.
Tapi, di tahun kedua ku dapat kabar, bahwa dirimu
sudah udahan dengannya, tapi niatan itu lagi lagi terurung, alasan yang sama juga
ku landa. Entah yang salah siapa? Diriku yang tak berdaya, apa takdir yang
menggarisnya? Pertanyaan itu yang selalu terbayang dalam pikiranku, selama dua
tahun lamanya. Ketua kelas yang selalu membinaku dan mensuport pelajaranku
malah mencintai sosok didirimu.
Hati ini benar benar tak karuan. Ku tak bisa melawan,
semua bukanlah kebetulan, karena didunia tak pernah ada yang namanya kebetulan,
yang ada hanyalah takdir Tuhan. Selain kecemburuan itu makin membara, kekesalan
pada diriku sendiri tidak bisa ku lupa. Hanya sebuah kata “kok bisa, kok bisa,
dan kok bisa?” yang ku dengar dari penyesalan itu, sebuah kata yang berarti
ketidak mampuan tuk mendapatkan seorang sosok yang begitu jelita.
Kaklucq-i
Komentar
Posting Komentar